Senin, 02 Juni 2025

Hari Raya Aidil Adha 1446

Hari Raya Aidil Adha 1446  

Beberapa hari menjelang Hari Raya Aidil Adha 1446H. Hampir tidak ada kesibukan khusus di mesjid Al Husna di Komplek Perumahan kami menjelang hari raya kurban. Sejak beberapa tahun terakhir kami tidak lagi melakukan pemotongan hewan kurban di pekarangan mesjid. Mula-mula sejak ramainya kasus covid di tahun 2020, kegiatan itu dipindahkan ke sebuah rumah potong hewan di Cikarang. Tahun 2022 ketika wabah covid reda mesjid di renovasi lagi. Ditinggikan lantainya sekitar 30 senti. Beranda belakang mesjid dirapikan, di batasi dinding kaca, dipasang ac, lantainya dilapisi karpet, untuk tempat shalat jamaah wanita. 

Dahulu, beranda belakang mesjid ini hanya dipergunakan waktu shalat Jumat atau di bulan puasa. Di hari-hari biasa, jamaah ibu-ibu shalat di bagian belakang ruang utama mesjid yang dibatasi dengan tirai kain. Beranda belakang ini adalah tempat kami bergotong royong mencacah daging hewan kurban. Penyembelihan hewan kurban baik sapi maupun kambing dilakukan di pekarangan belakang dan samping mesjid.  

Selama bertahun-tahun sejak aku tinggal di komplek ini. kami jamaah mesjid bergotong royong di hari raya kurban, memotong dan mencacah daging kurban sampai membagi-bagikannya kepada masyarakat yang tinggal di perkampungan sekitar komplek. Bergotong royong, bapak-bapak dan ibu-ibu jamaah termasuk anak-anak muda remaja mesjid. Hari itu kami bekerja keras sejak jam delapan pagi biasanya sampai menjelang maghrib, ketika semua daging hewan kurban itu habis dibagikan. Kami hanya berhenti untuk shalat dan makan siang. 

Syiar hari raya kurban ini senantiasa dapat perhatian yang yang sangat baik dari para jamaah mesjid warga komplek. Peserta berkurban selalu meningkat dari tahun ke tahun. Pada puncaknya kami pernah menyembelih 18 ekor sapi dan sekitar 15 ekor kambing. Untuk penyembelihan sapi kami mendatangkan jagalnya dari luar. Jagal dan anggota pekerjanya empat-lima orang yang menangani penyembelihan sapi, menguliti dan memotong menjadi potongan-potongan besar. Lalu kami para jamaah mesjid mencacahnya, membaginya menjadi tumpukan-tumpukan dan memasukkan ke kantong plastik. 

Semua itu kini tinggal jadi kenangan. Pengurus mesjid memutuskan tidak akan pernah lagi melakukan penyembelihan hewan kurban di pekarangan mesjid dengan  alasan ruang tempat bekerja sudah menjadi sempit, karena beranda belakang mesjid tidak dapat lagi digunakan. Untuk penyembelihan hewan kurban kami menompang di rumah jagal di Cikarang dan sejak tahun lalu pindah ke rumah potong di daerah Jatiasih. Pengerjaannya diawasi oleh beberapa orang panitia anggota jamaah mesjid. Waktu dulu bergotong royong di mesjid aku termasuk yang ikut sibuk bekerja tapi sejak pindah ke rumah jagal aku tidak atau belum pernah ikut menjadi pengawas. Entah ada hubungannya dengan pengalihan tempat pemotongan tersebut, animo berkurban warga komplek agak mengalami penurunan. Tahun lalu dan tahun sekarang hanya 10 ekor sapi. Panitia tidak menerima kurban kambing.

****

Minggu, 25 Mei 2025

Kisah Penyakit Juli 2023

Kisah Penyakit Juli 2023    

(Yang berikut ini adalah pesan di WA waktu saya berkonsultasi dengan seorang teman tanggal 10 Juli 2023).    

Berawal sejak pertengahan bulan puasa kemarin. Keluhan pertama sering kram kaki waktu tidur. Kedua kaki dan berulang-ulang. Waktu kram saya bangun dan berdiri dan dibawa berjalan beberapa langkah. Kramnya hilang, dan saya lanjut tidur. Tapi beberapa menit kemudian mungkin sampai satu jam, kram lagi. Semalam bisa sampai dua tiga kali, bergantian kaki kiri dan kaki kanan. Saya menduga, apa mungkin karena saya duduk agak lama di mesjid sesudah shalat tarawih.

Berikutnya kaki kiri, di samping kiri (di sebelah kiri betis), ngilu dan nyeri waktu berjalan. Dan teramati pula rasa nyerinya lebih berat di waktu sore. Pagi sehabis bangun tidur tidak seberapa tapi sore (waktu magrib dan isya) lebih parah.

Yang pertama saya lakukan adalah memanggil tukang pijit dan minta tolong dipijit. Hasilnya nihil.

Setelah itu saya ke rumah sakit ke dokter spesiaĺis saraf. Saya diperiksa dan ditanya bagaimana asal mula kejadiannya. Dan saya ceritakan apa adanya. Saya dikasih obat, untuk anti radang dan untuk menghilangkan rasa sakit, ditambah dengan obat lambung untuk antisipasi karena menurut dia obat yang dia berikan agak keras dan khawatir akan ada efek ke lambung. 

Obatnya saya minum sampai habis. Dan tidak ada hasilnya. Oh ya, kaki yang sakit itu tidak terlihat sakit, tidak ada bengkak. Kalau lagi nyeri saya pukul-pukul dengan tangan, biasanya agak mengurangi rasa sakitnya sementara.

Sebenarnya dokter itu menyarankan saya kembali kalau hasil obatnya tidak maksimal. Saya tanya waktu itu apa yang akan dilakukan kalau belum ada hasilnya. Akan diperiksa ulang, mungkin akan dirontgen atau MRI atau apa.

Sementara itu, saya coba lagi usaha lain, dibekam. Saya minta supaya kaki kiri itu dibekam lebih intens.

Ternyata hasilnya nihil juga. Sebelum kembali ke dokter saraf di Mitra Keluarga, saya konsultasi dengan kemenakan dokter spesialis penyakit dalam. Dia tinggal di Jogya. Sebenarnya yang ingin saya tanyakan waktu itu, apakah tepat saya berobat ke dokter spesialis saraf. Kemenakan ini menganjurkan agar saya mencoba obat dari dia lalu dia mengirim resep. Saya ambil obat yang dianjurkannya. Secara awam saya mengerti obat itu juga obat anti radang dan anti biotik. Saya minum pula obat tersebut. Tetap tidak ada hasilnya. 

Gejalanya tetap sama, agak enteng di waktu pagi tapi nyeri di waktu sore. Itu saya rasakan setiap kali saya pergi ke mesjid yang jaraknya hanya 150m dari rumah. Tambahan informasinya, kalau saya jalan ke mesjid waktu perginya relatif tidak seberapa nyeri. Waktu saya berdiri shalat, awal-awalnya kaki kiri saya kesemutan sejak dari pangkal paha sampai ke ujung kaki. Waktu duduk antara sujud, kesemutannya berkurang sedikit. Di rakaat berikutnya semakin berkurang kesemutannya. Oh ya  kalau saya tidur tidak ada terasa sakit. Dan kram waktu tidur sudah sangat jarang, bahkan sejak saya dipijit.

Ada pula kakak ipar dokter umum, menyarankan senam. Dia mengirimi saya video terapi senam. Ini rutin saya lakukan.

Terakhir saya berobat dengan kemenakan yang lain.  Cara pengobatannya dengan pijit totok. Ini kemenakan, anak kakak saya satu ayah, dia tinggal di Bogor. Sudah dua kali saya jalani. Saya dipijat totok di seluruh tubuh tapi yang lebih lama di kaki kiri itu. Agak mengherankan saya ilmunya. Saya dipijitnya selama  2.5 jam non stop. Alhamdulillah nyeri di kaki itu sangat banyak berkurang.  Tapi kesemutan masih sering. Sehabis dipijit bagian yang dipijit itu memar dan terasa agak sakit. Antara pijit pertama dan kedua berjarak dua minggu, waktu untuk menghilangkan memar. Hari Sabtu kemarin saya seharusnya dipijit lagi, tapi gagal karena mobil saya mogok sebelum masuk tol lingkar Bogor.

Mungkin ada masukan atau saran untuk mengurangi kesemutan.

Terimakasih.   

****

Selasa, 20 Mei 2025

Rumah Di Komplek Depkes II Jatibening (2)

Rumah Di Komplek Depkes II Jatibening (2)

Rumah kebanjiran dialami secara bertahap. Mulai dari sekedar membasahi lantai, lalu bertambah sedikit, bertambah sedikit lagi dan seterusnya. Dan puncaknya ketika air masuk sampai  hampir setinggi lutut.  Cara penanganan untuk mengatasinya adalah dengan membuat tanggul di depan rumah. Jelas jadi kurang estetis melihat teras di depan rumah dibatasi tanggul. Keburukan lain, ketika hujan berhenti dan di luar banjir sudah surut, dalam rumah air tidak serta merta keluar karena terhalang tanggul. Untuk mengeluarkan air terpaksa melalui saluran pembuangan di kamar mandi.

Tanah kampung dibelakang rumah konturnya miring ke arah rumah kami. Untungnya air yang cenderung mengalir ke arah pagar belakang rumah tersalurkan ke selokan di sebelahnya. Suatu saat tanah di belakang rumah dibeli tetangga warga komplek  lalu dipagarnya. Pagarnya menghalangi air di belakang pagar masuk ke selokan. Muncul masalah baru di rumah kami. Air yang tergenang di belakang pagar belakang rumah merembes di celah-celah keramik dengan air berwarna coklat pekat.

Sekitar awal tahun 1995, aku mendatangi pemilik tanah di belakang rumah (orang Betawi) menyampaikan masalah yang aku hadapi. Dia tidak punya jawaban apapun untuk mengatasinya. Itu kan air hujan, bagaimana saya mau membendung air hujan, katanya. Sebenarnya yang aku minta adalah agar dia meratakan kontur tanahnya itu agar air tidak tergenang di belakang pagar rumah kami. Aku sebenarnya sadar bahwa hal itu berat baginya, Harapanku agar dia menyuruh aku membayar upah pekerjaan meratakan tanah itu. Tapi menurutnya itu ribet urusannya.  Dia menawarkan agar aku beli saja tanahnya itu. Harganya seperti harga dia menjual ke tetangga kami.  Aku bilang, saya akan beli 200 meter tapi aku tidak punya cukup uang. Uangku hanya ada untuk separuh dari harga. Dan aku menawar untuk mencicil sisanya setiap bulan sampai lunas dalam waktu setahun. Alhamdulillah dia setuju.  

Jadilah tanah kami bertambah ke belakang. Hal pertama yang aku lakukan adalah memagar sekelilingnya dan meratakannya. Untuk jangka waktu cukup lama tanah tambahan itu dibiarkan begitu saja. Di musim hujan tahun 1997 terjadi banjir yang paling hebat, ketika air masuk hampir setinggi lutut. Aku sangat sedih dan merasa harus dilakukan sesuatu dengan rumah ini. Rumah ini harus ditinggikan. Dihitung biaya yang akan diperlukan untuk melakukannya. Alhamdulillah aku bisa mendapat pinjaman uang di kantor. 

Di tahun 1998 rencana renovasi rumah dilakukan. Sebenarnya waktu itu adalah tahun sulit akibat krisis moneter. Dengan tertatih-tatih pekerjaan perombakan dapat diselesaikan. Rumah diperluas dan lantainya dinaikkan setengah meter. Posisi kamar dan ruang tamu  masih seperti semula. Dapur dan kamar pembantu dipindah ke tanah yang baru dibeli di bagian belakang, dan bekas dapur dan kamar pembantu jadi tambahan ruang tengah. 

Masalah banjir di komplek ini masih seperti itu juga. Kalau hujan lebat cukup lama air di depan rumah bisa sampai setinggi lutut. Syukur alhamdulillah, sampai sekarang rumah kami masih selamat dari banjir masuk ke rumah.

****

   

Jumat, 16 Mei 2025

Nostalgia Awal Bekerja Di Total Indonesie (3)

 Nostalgia Awal Bekerja Di Total Indonesie (3)      

Yang juga sangat sibuk adalah bapak-bapak dan ibu draftmen di bawah pimpinan pak Syahril Mudani. Mereka mengukir dengan tangan completion log berskala 1:500 yang panjangnya bisa mencapai 3m. Semua informasi tentang sumur ditulis dan digambar, lithologi yang berbeda, deskripsi batuan,  marker dan nama reservoir, hasil perhitungan, ketebalan reservoir, *VCl*, *porosity* dan *Sw* untuk puluhan bahkan mungkin ratusan lapisan, yang sering pula harus dibongkar pasang karena koreksi dari geologist, hasil RFT dan pressure test, dan lain-lain sebagainya. Semua itu diukir dengan tangan mereka. Dan completion log yang harus dibuat itu datang bertubi-tubi sepanjang tahun menyibukkan para draftmen yang sering terpaksa harus bekerja lembur. Ada lagi pekerjaan memperbaharui peta-peta geologi yang rutin dilakukan. Belum lagi mempersiapkan bahan presentasi geologist ketika ada pertemuan-pertemuan khusus dengan tamu dari Paris. Adakalanya staff pak Syahril terpaksa minta bantuan tenaga draftmen dari Jakarta.

Di sekretariat Irma yang pindah ke KE di pertengahan tahun 1981 digantikan oleh Pungki. Kesibukan di sekretariat ini juga lumayan tinggi, mengetik laporan-laporan sumur, menyiapkan draft call for tender, evaluasi dan laporan hasil tender, menyiapkan draft kontrak yang ditangani KG, disamping berbagai surat dan memo lainnya.

Bagian KG yang lain adalah *Core Room*, tempat menyimpan cores, cutting samples, oil samples dari RFT, jerican plastik kosong yang  akan dikirim ke rig dan lain-lain. Core Room letaknya terpisah di daerah  community center, berdekatan dengan klinik. Penanggung jawabnya adalah Aspani dibantu oleh Sukardi. Mereka berdua menata dan menyusun berbagai macam benda-benda itu dengan teratur rapi. Aspani bertanggung jawab menyiapkan ketika sebagian dari cores atau cutting samples itu yang akan dikirim untuk dianalisa di laboratorium di Jakarta atau di Perancis.

Meskipun semua personnel KG itu sibuk dengan pekerjaan masing-masing namun kita guyub dan kompak. Atas inisiatif Syamsuddin, draftman, pernah semua personnel Indonesia memakai baju seragam. Pertama berwarna hijau muda, yang kedua berwarna abu-abu. Pada hari tertentu setiap minggu yang disepakati bersama semua memakai baju seragam ini.

Kita juga sangat kompak kalau ada acara perpisahan, yang bukan hanya untuk sekedar makan-makan tapi juga bernyanyi bersama. Acara seperti ini biasanya diadakan di rumah pak Miko di Gunung Utara. Semua hadir dengan pasangan masing-masing dan biasanya acara seperti ini berubah jadi seperti malam gembira dan cukup heboh. Masih ingat bagaimana Aspani melantunkan lagu "Don't forget to remember" dengan suaranya yang khas.

Waktu perpisahan dengan M. Coudeyre, Michel dan istrinya didandani berpakaian penganten Jawa. Perpisahan P. Picard mereka didandani dengan pakaian penganten Minang (saya dititipi untuk membelikannya di Bukit Tinggi waktu saya cuti). Sedang waktu perpisahan A. Seigneurin juga pakaian penganten Jawa.

Demikianlah suasana KG yang saya amati dan alami sampai bulan Oktober 1983, saat saya dikirim ke Paris untuk belajar bahasa Perancis. Sebelum saya berangkat anggota KG/O yang tinggal adalah Bruno Simon, Bambang Seto dan Harry. Sekretaris KG Normah sudah mengambil ancang-ancang untuk pindah departemen.

****

Nostalgia Awal Bekerja Di Total Indonesie (2)

Nostalgia Awal Bekerja Di Total Indonesie (2)

Tugas KGO geologist di rig yang paling berat adalah pada saat logging. Begitu run pertama log selesai kita segera minta dua rush copy. Satu untuk segera dikirim pada kesempatan pertama dengan chopper ke Balikpapan. Kalau log itu selesai siang menjelang sore  atau kalau pas hari Minggu kita bahkan minta special chopper untuk mengantar ke Balikpapan. Copy kedua adalah untuk geologist bekerja, harus cepat-cepat. Membuat korelasi untuk mengenali marker dan reservoir yang ditargetkan, menentukan batas reservoir-reservoir itu yang disebut dengan leveling, membaca dan menuliskan di form yang sudah disiapkan setiap kurva GR, Resistivity masing-masing reservoir. Semua dilakukan manual dan harus dengan sigap dan cepat. Sangat sering sedang mengerjakan leveling itu geologist dipanggil melalui radio untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan dari Balikpapan. Begitu log kedua selesai (density neutron) langsung pula dibaca data-datanya melengkapi yang sebelumnya. 

Semua data itu diinput secara manual lagi ke computer untuk menghitung Vcl, porisity dan Sw nya. Hasil perhitungan itu disiapkan lagi untuk dilaporkan melalui telex ke Balikpapan. Pekerjaan yang terakhir ini diselang-selingi dengan menyaksikan pekerjaan RFT. Dan diselang-selingi dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan dari Balikpapan melalui radio. Demikianlah penggunaan waktu wellsite geologist selama logging di jaman itu yang bisa berlangsung sampai 36 jam bahkan lebih.

Selesai logging kita pulang ke Balikpapan membawa logs dan hasil perhitungan computer yang disimpan di cassette. Di Balikpapan working log kita yang dari rig diserahkan ke pak Syahril untuk didraft menjadi completion log oleh staff beliau. Geologist menyempurnakan perhitungan dengan computer, menghitung semua reservoir termasuk yang mengandung air. Artinya membaca setiap kurva log seperti yang sudah dimulai di rig. Lalu menghitung hasilnya dengan komputer yang biasanya tidak sekali jadi, karena melalui beberapa koreksi. Hasil perhitungan VCl, Porosity dan Sw final ditulis draftmen di completion log. Setelah itu disiapkan final well report yang akan diketik Normah dan Irma.

Belum selesai dengan sumur pertama dengan rangkaian pekerjaan yang panjang itu, sumur berikutnya telah menyusul untuk diurus dengan cara yang sama. Akibatnya laporan sumur-sumur itu bisa bertumpuk.

Saya pernah untuk beberapa waktu bekerja di kantor Balikpapan setiap hari Minggu untuk mengejar penyelesaian pekerjaan yang bertumpuk itu. Sampai suatu saat saya bisa lebih cepat dan efisien dalam menyelesaikan laporan sumur-sumur saya.

Sebagai tambahan, komputer waktu itu masih di jaman pertengahan. Hasil perhitungan disimpan di cassette (orang Perancis menulis di K7). Printer untuk ngeprint hasil perhitungan berisiknya luar biasa. Penggunaan cassette perlahan-lahan berubah dengan floppy disk. Ada kendala-kendala penyesuaian saat pergantian ini. Kita dibantu teknisi Geoprolog untuk mengatasinya, Jean Louis Charamnac namanya.

Meskipun tingkat kesibukan sangat tinggi, tapi ada juga saatnya kita agak santai dengan kegiatan di luar pekerjaan. Misalnya ketika ada undangan makan-makan. Undangan karena ada tamu dari Paris, atau ada acara perpisahan. Setiap Senin sore kita ikut On-on....


(bersambung)

Nostalgia Awal Bekerja Di Total Indonesie (1)

Nostalgia Awal Bekerja Di Total Indonesie (1) 

Waktu saya bergabung dengan KG (departemen geologi) di bulan November 1979 yang jadi Head of KG adalah Philippe Picard. Ada wakil tidak resminya (jadi Act. KG kalau pak Picard absen) Damier Ostojic orang Yugoslavia. Head KG/O nya Michel Coudeyre membawahi KG/O geologist yaitu Agus Salim, Djoko Rusdianto, Sugimin Harsono, Bambang Seto, Pierre Raigeard dan saya sendiri. Sebelum saya masuk ada Wiradharma tapi hanya 3 bulan, tidak ketemu dengan saya. Sesudah saya masuk Harry Rahardjo dan Nicolas Darbois juga di KG/O. Baik P. Raingeard dan N. Darbois sama-sama bekerja sebagai operation geologist (KG/O) pergi ke rig untuk menyaksikan logging.

Tidak ada Head KG/S. Geologist KG/S Handil waktu itu Michel Morizet untuk Deep dan pak Miko untuk Shallow zone. Di Bekapai, Serge Matesco. Di Nilam dan Tambora, Allain Seigneurin. Matesco kemudian digantikan oleh Christoph Lombard.

M. Coudeyre sebagai Head KG/O digantikan pak Firmansyah di awal tahun 1980.  D. Ostojic yang juga mengurus kontrak Electrical Logging dengan Schlumberger dan Mud Logging dengan Geoprolog meninggalkan KG tahun 1980 juga. N. Darbois hanya sekitar satu tahun di KG kemudian digantikan D. Gardette pindahan dari EG Jakarta.

Pak Firmansyah hanya beberapa bulan jadi Head of KG/O kemudian digantikan oleh Djoko Rusdianto. Pengganti D. Ostojic adalah Jean Michel Storz yang mengurusi kontrak-kontrak. P. Picard pindah ke Jakarta tahun 1980 akhir dan digantikan oleh A. Seigneurin sebagai head of KG. Di KG/S Nilam dia digantikan oleh P Pouclee dan P. Raingeard sebagai KG/S Tambora. M. Morizet digantikan pak Miko di Handil Deep, dan Sugimin menjadi KG/S Handil Shallow
Bruno Simon waktu mula-mula datang juga sempat jadi KG/O geologist sebelum jadi KG/S Tunu.

Menyusul jadi anggota grup KG/O Abed Wahyudi lalu Aussie di tahun 1982.

Akhir tahun 1982 pak Miko menggantikan A. Seigneurin jadi Head of KG dan pak Miko digantikan Christian Fraisse di KG/S Handil Deep. A. Seigneurin masih di Balikpapan sebagai penasihat di awal tahun 1983.

Sekretaris KG Normah Pratasik bersama Irma Sjachril. Ada M Zaenuri sebagai Office-boy. Ada pak John Duma sebagai teknisi? library dibantu Petrus Kare. Aspani penanggung jawab Core Room dibantu Sukardi. Di grup draftmen yang dikomandani pak Syahril Mudani, ada Sukamto, Syamsuddin, Warno, Lottong, Suhadi dan Sri. Kemudian ditambah Anang. Di awal tahun 1980an itu Total menggunakan 4 rig masing-masing swampbarge  CB-1 (baca sibi wan), Morgan City, Fairbank  yang digunakan di Handil dan Nilam - Tambora dan  jack-up Hakuryu 4 di Bekapai. CB-1 persis di akhir masa kontrak. Di saat akhir kontrak itu rig ini agak nelongso dalam hal akomodasi dan konsumsi. Sangat jauh berbeda dengan dua rig Rowan, Fairbank dan Morgan City yang dalam hal restorasi alias makanan boleh dikatakan bintang lima.

Pengganti CB-1 datang dua swampbarge baru Izenah dan Gavrinis. Untuk beberapa waktu ke depan saya in charge untuk logging job di Izenah yang beroperasi di Handil. KG/O geologist untuk Handil waktu itu Sugimin, Bambang Seto, saya sendiri, Harry dan Nicolas. Agus Salim seingat saya sudah tidak bertugas ke rig karena dia akan berangkat ke Perancis. Djoko Rusdianto mengikuti sumur ekplorasi seperti Marangkayu di daerah Tunu sekarang, sebelum dia nenggantikan pak Firmansyah jadi head of KG/O. P. Raingeard dan kadang-kadang A. Seigneurin mengikuti logging operation di Nilam dan Tambora. Pekerjaan yang sama di sumur-sumur Bekapai ditangani langsung oleh S. Matesco dan kemudian C. Lombard.

Tugas KG/O geologist adalah menyetop drilling di kedalaman yang direncanakan, menjadi saksi (witness) pekerjaan logging, membuat quick look interpretation dari  dua log pertama dan melaporkan hasilnya ke Balikpapan, mengawasi pekerjaan RFT dan sebagainya. Laporan korelasi sumur dan target reservoir yang ditemukan dilaporkan secara oral melalui radio sedangkan laporan hasil interpretasi segera atau quick look dilaporkan secara tertulis dengan telex. Pekerjaan logging sampai selesai rangkaian RFT bisa sampai lebih dari 36 jam nonstop. Cukup berat, namun lebih berat lagi beban logging engineer, apalagi kalau sampai terjadi logging toolnya tersangkut alias stuck dan harus di-fishing. Dia bisa harus bertahan tidak tidur berhari-hari. Baik wellsite geologist maupun logging engineer bekerja sendiri tanpa back- up.

Di tahun 1981 Total memperkenalkan sistim lapangan secara khusus. Karyawan yang bekerja secara permanen di lapangan mendapat treatment khusus dalam hal tunjangan lapangan dan jam kerja. Pada peraturan sebelumnya setiap orang yang bekerja nonstop di lapangan 4 hari atau lebih berhak mendapat hari rekuperasi separo jumlah hari di lapangan dan uang lapangan. Kalau kurang dari 4 hari hanya dapat uang lapangan. Kita minta ke perusahaan agar KGO geologist dapat penilaian yang sama secara prorata untuk hari-hari kita di rig. Sayang permohonan kita tersebut tidak dipenuhi perusahaan.

P. Raingeard yang adalah KG/S Tambora pulang ke Perancis di tahun 1982 akhir. Saya ditunjuk jadi penggantinya. KG/S  Tambora ini di bawah bayang-bayang P. Pouclee KG/S Nilam.  Jadi KG/S Tambora saya masih diperbantukan di KG/O khusus untuk sumur-sumur Tambora. Waktu itu saya in charge di rig Fairbank.

Di tahun 1982 akhir atau mungkin 1983 awal pengeboran di lapangan Tunu mulai lebih digiatkan. Satu lagi swampbarge rig, namanya Berder didatangkan. Tahun 1983 ini Bruno Simon bergabung. Dia pernah ikut dengan saya untuk logging job di Tunu-5 kalau tidak salah ingat.

(bersambung)

      

Kamis, 15 Mei 2025

Rumah Di Komplek Depkes II Jatibening (1)

Rumah Di Komplek Depkes II Jatibening (1) 

Komplek ini dibangun di awal tahun 1980an sebagai komplek perumahan sederhana untuk karyawan Departemen Kesehatan. Di Jatibening Bekasi ini ada tiga kelompok komplek serupa dan masing-masing dinomori dengan I, II dan III. Aku pertama kali mengunjungi komplek Depkes II ini sebagai tamu adikku di tahun 1983, sebagai tempat transit dalam perjalanan untuk cuti tahunan ke kampung. Waktu itu komplek ini masih sangat baru. Belum ada jalan  toll Cikampek. Untuk datang ke sini harus melalui jalan menyusuri Kalimalang dari arah Halim yang terasa sangat jauh dari Jakarta.

Di tahun 1986  aku  agak frustrasi karena pemerintah baru saja mendevaluasi lagi nilai rupiah dari 1 US$ senilai Rp 1100an ke Rp 1600an. Frustrasi karena setelah devaluasi ini nilai uang rupiah jadi terjungkir lagi dengan sendirinya. Pengumuman devaluasi oleh pemerintah ini terjadi ketika aku sedang di rumah adikku di Jatibening. Waktu itu adikku menyarankan dari pada menyimpan uang di bank lebih baik dibelikan barang untuk investasi. Adikku menanyakan apakah aku berminat untuk membeli rumah di komplek Depkes II ini. Setelah berpikir sejenak akhirnya aku setuju. 

Komplek Depkes II terdiri dari 200an buah rumah. Rumah aslinya seragam, rumah tembok beratap sirap. Ada dua tipe rumah yakni tipe 50 di atas tanah 150 meter persegi dan tipe 70 di atas tanah 200 meter persegi. Komplek ini berada dalam sebuah RW sendiri dan dibagi menjadi 8 RT yang masing-masing RT terdiri dari 25 rumah. Ternyata penghuninya hampir semua bukan pegawai Departemen Kesehatan. Yang terbanyak adalah karyawan Hasta Karya dan Widya Karya.

Rumah yang aku beli adalah rumah yang belum ditempati oleh pemiliknya, seorang karyawan Departemen Kesehatan karena dia sudah punya rumah di tempat lain. Lokasinya di ujung luar komplek, terpisah sendiri, tidak seperti rumah-rumah lain yang saling bersisian pekarangannya. Waktu aku membeli rumah tersebut yang aku bayar adalah jumlah DP dan cicilan beberapa bulan yang harganya sekitar 2 juta rupiah lebih.  Dengan masa cicilan untuk sekitar 15 tahun ke depan. Rumah itu adalah rumah BTN tipe 70 di atas tanah seluas 200 meter persegi, dinding tembok dengan lantai ubin beratap sirap.  Karena aku bekerja dan tinggal di Balikpapan, rumah tersebut aku pinjamkan ke adikku yang lain.

Posisi rumah tersebut di ujung komplek. Di samping rumah ada tanah komplek seluas 100an meter dengan bentuk memanjang yang masih termasuk tanah komplek dan oleh developer ditawarkan kepadaku. Tanah itu aku beli meski tidak tahu untuk jadi apa. Beberapa tahun kemudian aku beli tanah tambahan seluas 200 meter di belakang tanah yang 100an meter itu dari pemiliknya orang Betawi yang tinggal di belakang komplek. Tahun 1991 aku bangun rumah yang sekarang aku tempati di tanah ini. Bersamaan dengan aku membangun rumah, sawah diluar komplek atau di samping tanahku sedang diuruk untuk jadi komplek perumahan Bogenville. Rumah yang baru dibangun itu kosong saja selama hampir dua tahun.

Akhir tahun 1993 aku dipindahkan dari Balikpapan ke Jakarta. Sejak tanggal 25 Desember 1993 kami menempati rumah ini yang beralamat di Komplek Depkes II Blok I No 1A, terpisah oleh selokan kecil dari rumah yang dibeli mula-mula (No 1) yang tetap ditempati adikku. 

Komplek Bogenville yang tadinya sawah membuat pagar tembok tinggi di perbatasan dengan komplek kami. Ada selokan kecil di belakang pagar itu. Hal ini ternyata menimbulkan masalah banjir. Rumah kami berada di bagian paling rendah. Air hujan yang biasanya hanyut ke sawah sekarang tertahan oleh pagar tembok perumahan Bogenville itu. Kalau hari hujan lebat selama lebih satu jam jalan di depan rumah berubah jadi seperti sungai dengan air mengalir deras karena selokan kecil itu tidak mampu menampung air bah. Kalau hujan berhenti air itu cepat surut. Efek dari banjir itu berpengaruh ke rumah kami. Awal-awalnya banjir masuk sekedar membasahi lantai tapi lama kelamaan makin tinggi. Tahun 1997 kami mengalami banjir yang paling parah, air masuk ke rumah sampai di bawah lutut. 

****